twitter
    The Sense of New Generation...

Legenda Masamune dan Muramasa

Kisah ini diadopsi dari legenda jepang mengenai
dua orang masterswords, masamune dan muramasa, yang
memiliki perbedaan dalam hal tujuan pembuatan pedangnya
Muramasa dianggap membuat pedang-pedang yang "haus darah", sedangkan masamune sebaliknya.
Legenda ini penulis anggap terjadi di akhir abad 13 di provinsi Sagami dengan asumsi bahwa muramasa memang hidup pada abad itu (sebenarnya dari banyak sumber Muramasa tak mungkin bisa bertemu Masamune dikarenakan ia hidup 2 abad
(abad 15 dan 16) setelah Masamune. Hal ini dibuktikan karena Muramasa menandai pedang hasil karyanya.

Masamune , menurut sumber penulis, adalah pembuat pedang panjang, Tachi. Sedangkan, Muramasa sebenarnya adalah pembuat, menurut sumber penulis, Katana.
Karena itulah, banyak hal yang penulis karang, seperti fakta yang penulis sebutkan tadi, dalam penulisan ini.
Akihiro dan Yosimitsu sendiri, menurut sumber penulis, merupakan 2 orang murid masamune yang langsung didiknya.

Hari itu mungkin hari yang tak akan terlupakan untuk dia. Hari di mana dia akan merubah total salah satu falsafah hidupnya, “Samurai maupun Pembuat pedang adalah sama, mereka adalah pembunuh.” Suatu falsafah hidup yang sangat tak lazim dimiliki oleh orang yang bertempat tinggal di provinsi Sagami. Provinsi di mana para penduduknya sangat tergila-gila pada pedang. Penduduk yang sangat mengerti akan pentingnya keindahan bentuk suatu pedang. Maklum saja, di sana memang tinggal salah seorang Pembuat pedang terbaik di Jepang.

Suasana di Jepang sendiri sangat kacau saat itu. Tentara Mongol telah menyerang mereka dua kali. Serangan itu sendiri telah mengakibatkan kerusakan yang cukup parah di bagian utara dari pulau Kyushu. Hal ini memicu pemerintah Jepang untuk mempersiapkan pasukan Samurai. Mereka dibekali pemerintah Jepang dengan baju dan topi baja. Mereka pun mencari-cari tachi (yang biasa kita sebut dengan pedang) karya Pembuat pedang. Hal inilah yang membimbing pada kebutuhan pembuatan pedang panjang yang indah dan hebat pada era ini. Karena itulah orang-orang mulai mempersiapkan diri untuk menjadi seorang samurai.

Semua orangkah? Tidak! Tidak semuanya! Hiromitsu sama sekali tak ingin menjadi seorang samurai. Hiromitsu bahkan sangat membenci pedang. Tak pernah terbersit sedikit pun dalam pikirannya untuk menjadi seorang samurai bahkan untuk menyentuh pedang seklai pun. Apa yang dilakukannya hanyalah berdagang. Suatu pekerjaan yang justru tak lazim dilakukan di masa ini. Namun, Hiromitsu sama sekali tidak peduli.

Hiromitsu adalah seorang pemuda yang berpenampilan kurus dan agak semerawut. Dalam kesehariannya, dia hampir selalu mengenakan Suo (sejenis nama kimono) yang bagus. Bisa jadi ini berhubungan dengan barang yang dia dagangkan. Dia memang berdagang pakaian. Rata-rata yang dia dagangkan adalah suikan (pakaian untuk samurai). Setidaknya hal inilah yang dia sukai dari banyaknya samurai di Sagami. Dagangannya memang laku keras di wilayah ini.

Bagi Hiromitsu pedang itu adalah tajam. Dan tajamnya dapat melukai siapa saja yang menyentuhnya. Hiromitsu sangat membenci peperangan. Hiromitsu tak mau melukai siapa pun. Karena itulah Hiromitsu tak mau menjadi seorang samurai. Hiromitsu pun tak mau menjadi seorang Pembuat pedang. Dia pun tak peduli akan keberadaan beberapa Pembuat pedang hebat yang bermukim dekat tempat tinggalnya.

Namanya Masamune Okazaki. Atau, bisa juga kau sebut Goro Nyudo Masamune (pendeta Goro Masamune). Dia adalah Pembuat pedang termahsyur saat itu. Ada yang mengatakan kalau Masamune membuat pedang yang terbuat dari baja dengan 4,194,304 lapis. Suatu angka yang sangat mencengangkan tentunya. "Siapa peduli?" Mungkin itulah yang akan dikatakan Hiromitsu saat mengetahuinya.

Hal itu itu bukanlah hal yang luar biasa bagi Hiromitsu. Bagi dia, Masamune hanyalah seorang pembunuh. Masamune telah membuat pedang yang akan digunakan untuk saling membunuh. Bagi dia Masamune, maupun Pembuat pedang lainnya, bukanlah seseorang yang patut dihormati.

“Kau tahu kan kalau nanti akan ada suatu pertunjukan yang hebat! Muramasa akan menantang Masamune!” Tak bisa dibayangkan bagaimana kalau mereka saling unjuk kebolehan.” Ucap Akihiro, sahabat Hiromitsu, saat datang membeli dagangan Hiromitsu.

Akihiro bertubuh cukup besar. Setidaknya lebih besar daripada Hiromitsu. Dalam kesehariannya dia mengenakan ki nagashi (pakaian kimono santai sehari-hari) biru tua. Sepertinya, dia memang hanya mempunyai warna itu di rumahnya. Dia adalah teman kecil dari Hiromitsu. Mereka selalu bermain bersama. Bagi Hiromitsu sendiri Akihiro lebih dari sekedar teman. "Akihiro adalah saudaraku" Begitulah Akihiro di mata Yosimitsu. Persahabatan yang terjalin sejak kecil telah membuat mereka memiliki suatu ikatan batin. Mereka saling mengerti satu sama lain. Mengerti satu sama lainkah? Sepertinya Samurai dan Pembuat pedang adalah pengecualian untuk itu.

“Begitu pentingkah? Kurasa itu bukan hal yang menarik. Aku sama sekali tak tertarik melihat dua orang “pembunuh” saling adu keahlian bagaimana mampu “membunuh.” Balas Hiromitsu.
“Bagaimana kau menyebut mereka sebagai “pembunuh”? Mereka telah ikut berjuang dengan membantu mebuatkan pedang untuk para samurai. Tidak sepertimu yang hanya berdagang setiap hari dan tak pernah peduli akan perjuangan para samurai,” Sindir Akihiro.
“Justru itulah. Mereka membuatkan pedang untuk membunuh bukan? Mereka membantu para samurai untuk membunuh. Bagiku mereka sama saja saja seperti para samurai. Mereka pembunuh,” Balas Hiromitsu.
“Mengapa dari dulu kau tak pernah berubah? Selalu saja menganggap para samurai sebagai pembunuh? Tanpa mereka, kita semua pasti sudah dijajah oleh tentara Mongol,” Jawab Akihiro.
“Dengan adanya mereka juga maka pembunuhan akan sering terjadi. Kau tak lihat bagaimana Muramasa itu? Tak lihat bagaimana dia begitu sombong akan pedang buatannya. Pedangnya itu bahkan sudah dikenal sebagai pedang “haus darah.” Pedang buatannya seolah-olah akan terus mencari korban untuk dibunuh. Kebetulan saja sekarang sedang perang, makanya mereka dianggap sebagai pahlawan. Aku yakin sebenarnya apa yang ada dalam pikiran mereka hanyalah membunuh. Tidakkah kau lihat bagaimana Muramasa menghias pedangnya sedemikian rupa hingga menjadi indah? Aku tak mengerti apa yang ada dalam pikirannya. Mengapa ia senang sekali menghias suatu pedang?” Heran Hiromitsu.
“Mungkin kau benar mengenai Muramasa. Aku juga tak menyukainya. Tapi hal itu tidak berlaku untuk Guru Masamune. Dia orang baik. Apakah karena prasangkamu terhadap Muramasa kau jadi tak bersikap ramah terhadap Masamune setiap kali menemuinya di kuil?” Kata Akihiro meyakinkan Hiromitsu.
“Mungkin juga. Dan, aku rasa pendapatku memang benar. Bagiku setiap Pembuat pedang sama saja. Tak jauh berbeda dengan Muramasa.” Tegas Hiromitsu.
“Bagaimana kalau kau melihat pertunjukan nanti sore? Kalau kau ikut aku akan memborong semua daganganmu. Percayalah!” rayu Akihiro.
“Serius?”
“Ya!”
“Baiklah aku akan melihatnya. Tapi aku tak janji pandanganku terhadap mereka akan dapat berubah nanti.”
“Baiklah.”

Hari pun mulai sore. Hiromitsu menutup tokonya. Dia bersiap-siap untuk berangkat melihat pertunjukan akbar itu. Sebelum berangkat dia mengisi perutnya dengan makanan kesukaannya, genmodoki. Lalu dia pun mengenakan suo yang biasa dia kenakan. Dia lalu menunggu Akihiro karena mereka memang janji untuk datang bersama-sama.

Tak lama kemudian Akihiro datang. Ia mengenakan Suo terbaiknya. Suo berwarna putih. Jarang sekali sebenarnya Suo yang berwarna cerah. Hm...Ternyata tidak hanya warna biru tua saja yang dimilikinya. Hiromitsu sendiri heran dengan sikap Akihiro. "Memangnya kita akan menghadiri suatu festival?" Begitulah tanya Hiromitsu.

Sepanjang perjalanan mereka banyak berbincang-bincang. Bincangan mereka tak jauh-jauh dari Samurai dan Pembuat pedang. Sepanjang perjalanan mereka melihat banyak Samurai. Tampaknya pertunjukan nanti akan dipenuhi penonton.

Akhirnya mereka tiba di tempat pertunjukan. Di hadapan mereka kini telah berdiri dua orang Pembuat pedang yang legendaris. Sungguh pemandangan yang jarang disaksikan. Suasana hening pun terpecahkan dengan suara Muramasa yang lantang.

“Sekarang aku akan tunjukkan pada kalian bagaimana kehebatan dari pedangku, Juuchi Fuyu!”

Muramasa mulai menancapkan pedang buatannya di sungai. Dia memperlihatkan kepada penduduk betapa tajam pedangnya. Pedangnya memotong segala benda yang melaluinya. Pedang itu seperti membelah arus air sungai. Pedang itu memotong ikan dan daun mati di sungai menjadi dua. Bahkan, angin yang berhembus pun sepertinya ikut terbelah.

Semua mata takjub akan pemandangan ini. Mereka tak berhenti memuji kemampuan dari Muramasa. Pedang itu memotong begitu sempurna setiap benda yang dilaluinya. Hiromitsu sendiri tak dapat menutupi rasa kagumnya. Bukan kagum akan hal yang baik tentunya. Hiromitsu hanya kagum akan kemampuan pedang itu memotong. Tak lebih dari itu. Sebaliknya, Hiromitsu semakin yakin apa yang diyakininya benar. “Pedang memang benar-benar senjata yang hanya akan melukai,” gumamnya dalam hati.

“Kau lihat itu , Masamune? Kau lihat akan kehebatan pedangku! Sekarang, giliran kau yang memperlihatkan kemampuan pedangmu!” tantang Muramasa memecah keheningan.

Segera saja Masamune menancapkan pedang buatannya, Yawaraka-Te, ke dalam sungai. Semua mata pun menantikan apa yang akan terjadi. Apakah pedang Masamune akan meampu berbuat lebih hebat? Apakah pedang ini bisa memotong batu yang ada di sekitarnya hingga ia sulit ditancapkan?

Kemudian, semua orang terkejut. Pedang buatan Masamune tak dapat memotong apa pun. Dai tak bisa memotong daun mati dan ikan yang berenang mendekatinya. Daun dan Ikan tersebut hanya mengalir begitu saja di samping pedang tanpa menyentuhnya. “Ada apa ini? Apa yang salah? Apakah Masamune telah kehilangan keahliannya?” kira-kira begitulah pertanyaan orang-orang yang menyaksikannya, termasuk Hiromitsu.

Di tengah keheranan itu salah penduduk maju. Dia menjelaskan apa yang dilihatnya setelah memberi salam kepada dua orang ahli itu, “ Pedang yang pertama memang pedang yang sangat bagus dilihat dari sudut pandang mana pun. Namun, pedang itu haus darah, pedang setan. Dia tidak peduli siapa pun atau apa pun yang akan dipotong. Mungkin dia akan dapat memotong Kupu-kupu seperti halnya memenggal beberapa kepala. Namun, pedang kedua sebenarnya pedang yang lebih baik. Dia tak akan memotong siapa pun atau apa pun yang tidak berdosa!”
( Daun dan Ikan menjauh dari pedang Masamune, karena hawa damai yang dipancarkannya.)

Pernyataan itu meresap ke dalam kalbu Hiromitsu. Dalam sekejap Hiromitsu merasa apa yang dipikirkannya selama ini adalah salah. Tidak semua Samurai maupun Pembuat pedang adalah orang jahat. Rasa ini begitu membuncah dalam kalbunya. Dia merasa bersalah karena telah menganggap semua Samurai maupun Pembuat pedang sama. Sam-sama haus akan darah.

Beberapa lama kemudian orang-orang mulai pulang. Tapi tidak dengan Hiromitsu. Hiromitsu malah maju mendekati Masamune dan berkata, “Bisakah aku menjadi muridmu?”

Akhirnya, Hiromitsu dan Akihiro berguru pada Masamune. Mereka berdua pun kelak dikenal sebagai Pembuat pedang yang hebat.

Miyamoto Musashi

Miyamoto Musashi , atau biasa disebut Musashi saja, adalah seorang samurai dan ronin yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584, dan meninggal tahun 1645. Nama aslinya adalah Shinmen Takezo. Kata Musashi merupakan lafal lain dari "Takezo" (huruf kanji bisa memiliki banyak lafal dan arti). Musashi memiliki nama lengkap Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.


Asal keturunan
Panggilan masa kecil Musashi adalah Bennosuke. Nama Miyamoto sendiri adalah nama kuno sebuah daerah di barat daya Tokyo. Nama No Kami berarti kaum bangsawan daerah setempat. Pada umumnya, Fujiwara adalah nama asal dari keluarga leluhur para bangsawan di Jepang yang diturunkan ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang keluarga Musashi (Hirada/Hirata) adalah keturunan keluarga Shinmen, penguasa di Kyushu, pulau bagian selatan Jepang.


Masa kecil
Ayah Musashi, Munisai Hirata, meninggal ketika ia diperkirakan baru berusia 7 tahun. Setelah ibunya kemudian juga meninggal, maka Musashi kemudian ikut paman dari pihak ibu. Dengan demikian, ia sudah yatim piatu ketika Toyotomi Hideyoshi menyatukan Jepang pada tahun 1590. Tidak jelas apakah keinginan bermain Kendo adalah berkat pengaruh pamannya ataukah keinginan Musashi sendiri.


Berbagai pertarungan
Musuh pertama Musashi ditemuinya ketika ia baru berusia 13 tahun. Ia adalah Arima Kihei, samurai perguruan Shinto Ryu bidang seni militer yang terampil bermain pedang dan tombak. Musashi mengalahkannya dengan cara melemparnya ke tanah dan memukulnya dengan tongkat, sehingga musuhnya tersebut mati berlumuran darah.

Ketika ia berusia 16 tahun, Musashi mengalahkan lawan berikutnya, dan sejak itu ia kabur dari rumah dan terlibat dalam berbagai kontes pertarungan dan peperangan sampai ia berusia 50 tahun. Musashi mengembara keliling Jepang dan menjadi legenda. Berbagai musuh terkenal pernah dikalahkannya, antara lain samurai-samurai keluarga Yoshioka di Kyoto, jagoan ilmu tongkat kondang Muso Gonosuke di Edo, bangsawan Matsudaira di Izumo, dan Sasaki Kojiro di Bunzen.

Pertempuran lain adalah pertempuran melawan salah satu perguruan bela diri terkenal di Jepang pada masanya di Ichijoji. Musashi bertempur melawan sekitar 50 samurai, dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh Miyamoto Musashi dengan teknik dua pedangnya. Hingga saat ini, bekas pertempuran Musashi di Ichijoji dijadikan monumen oleh masyarakat Jepang.

Salah satu peperangan terkenal yang sering dikatakan melibatkan Musashi adalah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, antara pasukan Tokugawa Ieyasu dan pasukan pendukung pemerintahan Toyotomi Hideyori, dimana ribuan orang tewas terbantai dalam peperangan itu sendiri dan pembantaian sesudahnya oleh tentara pemenang perang. Saat itu Musashi memihak pasukan Toyotomi Hideyori (anak dari Toyotomi Hideyoshi).


Masa penyepian dan karya
Setelah melewati periode pertarungan (terakhir melawan Sasaki Kojiro) dan peperangan tersebut, Musashi kemudian menetap di pulau Kyushu dan tidak pernah meninggalkannya lagi, untuk menyepi dan mencari pemahaman sejati atas falsafah Kendo. Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Kuil Kumamoto, Musashi kemudian pensiun dan menyepi di gua Reigendo. Di sana lah ia menulis Go Rin No Sho, atau Buku Lima Cincin/Lima Unsur. Buku ini adalah buku seni perang yang berisi strategi perang dan metode duel, yang diperuntukkan bagi muridnya Terao Magonojo. Namun oleh peneliti barat, buku ini dianggap rujukan untuk mengenal kejiwaan dan pola berpikir masyarakat Jepang. Buku ini menjadi klasik dan dijadikan rujukan oleh para siswa Kendo di Jepang. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan Kensei, yang berarti Dewa Pedang. Tak lama setelah itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645. Musashi tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, tapi ia mempunyai seorang anak angkat sekaligus murid yang juga masih saudara sepupunya bernama Iori Miyamoto.


Pengaruh
Studi kehidupan dan hasil karya Musashi masih tetap relevan pada masa kini, karena mencakup taktik dan strategi yang dapat diaplikasikan untuk berbagai kegiatan praktis seperti periklanan, bisnis, dan militer. Berbagai produk budaya seperti film dan buku sastra juga tetap diminati masyarakat, diantaranya yang terkenal ialah buku karya penulis Eiji Yoshikawa dan film karya sutradara Hiroshi Inagaki. Inspirasi yang diberikan oleh Musashi tidak saja terjadi pada masyarakat Jepang, tetapi juga pada masyarakat dari berbagai penjuru dunia.

the story of sephiroth

sephiroth, lahir dari pasangan scientist Hojo dan Lucrecia, dua orang scientist yang bekerja untuk Shinra Company. Hnah, ketika Sephiroth ini masih di dalam kandungan, Hojo menjadikannya sebagai kelinci percobaan. Ia menginjeksikan sel Jenova kepadanya. Hal ini, di kemudian hari , menyebabkannya mempunyai kekuatan lebih dari anak anak seusianya yang lain.

Ketika Sephiroth lahir, Hojo membawanya lari dan memisahkannya dari Lucrecia. Ia tidak pernah memberi tahu Sephiroth tentang ibunya yang asli. sephiroth hanya tahu bahwa ibunya adalah Jenova.

Lucrecia mengalami depresi berat karena hal ini. apalagi ketika tahu bahwa Sephiroth menjadi 'gila' dan menjadi seorang crusher, yang menghancurkan dan membunuh siapa saja yang ia anggap menghalangi jalannya.

beranjak remaja, Sephiroth mendaftar untuk menjadi soldier. di sini, kemampuannya berkembang pesat melebihi sodier yang lain. Dalam waktu singkat, ia telah berada di jajaran soldier kelas 1, dan langsung menjadi idola bagi soldier yang lain. Segala tugas yang dibebankan padanya dapat diselesaikannya dengan baik. Hal ini menyebabkannya mendapat gelar 'Hero' dari masyarakat sekitar.

Kemudian dia diberi misi untuk memeriksa Mako Reactor yang ada di Nibelheim bersama dengan Zack dan Cloud yang pada waktu itu Cloud hanya seorang prajurit Shinra. Setibanya di Nibelheim, Sephiroth memulai pemeriksaan dipandu oleh teman masa kecil Cloud, Tifa. Di dalam Mako Reactor, Sephiroth sangan terkejut ketika mengetahui bahwa di dalam ada suatu ruangan bertuliskan Jenova dan tabung-tabung berisikan monster percobaan Shinra. Dari situlah Sephiroth mulai menganggap bahwa dirinya juga bukanlah manusia, melainkan hanya hasil percobaan Shinra. Setelah kejadian itu Sephiroth mengurung dirinya di dalam sebuah mansion tua Shinra yang ada di kota Nibelheim. Sephiroth membaca semua buku yang ada di perpustakaan mansion itu selama berhari-hari.

Setelah dia membaca semua buku itu, akhirnya dia menjadi "gila" karena pengaruh sel Jenova dan menganggap bahwa dirinya adalah salah satu dari kaum Cetra. Dia juga menganggap bahwa umat manusialah yang menyebabkan punahnya kaum Cetra dan hanya sang "ibu" Jenova yang berhak untuk menguasai planet. Dengan keyakinannya itu dia akhirnya membakar kota Nibelheim dan pergi menuju Reactor untuk bertemu sang "ibu".

Beberapa penduduk yang selamat memburu Sephiroth, termasuk Tifa dan ayahnya. Saat tiba di Reactor, Tifa menemukan ayahnya yang tewas dan pedang Sephiroth, Masamune, di sisi tubuhnya. Tifa langsung mencabut pedang itu dan berusaha menyerang Sephiroth dari belakang. Sayangnya usaha itu sia-sia dan Tifa tergeletak tak berdaya. Dan akhirnya Sephiroth bertemu dengan sang "ibu" Jenova. Saat itu Zack yang menyusul Sephiroth melihat Tifa tergeletak. Zack yang marah akhirnya menantang Sephiroth dan ingin membunuhnya. Namun sayang dia juga terhempas begitu saja oleh Sephiroth. Untungnya Cloud yang juga menyusul menemukan Zack terbaring di tanah. Dia menyuruh Cloud untuk membunuh Sephiroth. Pada saat Sephiroth mengambil kepala Jenova, dia ditusuk dari belakang oleh Cloud. Karena tusukan itu Sephiroth mengalami cedera yang cukup parah. Tetapi Sephiroth membalas dengan menusukkan Masamunenya pada Cloud. Kemudian saat Sephiroth mencoba melarikan diri sambil membawa kepala Jenova, Cloud, yang juga mengalami cedera parah akibat tusukan Sephiroth, mendorongnya hingga akhirnya dia terjatuh ke dalam Lifestream dan menghilang.

Nahh, begitu loh, kisahnya sephiroth kok bisa jadi jahat, and...., tahu nggak, lucrecia sebagai ibu sephiroth sangat bingung dan hampir kehilangan kendali dirinya ketika tahu bahwa sephiroth, anaknya itu, jadi sedemikian 'edan'. akhirnya ia mengurung dirinya dalam kristal mako.

Aku Pada Engkau

Aku ingin Bersamamu Seperti biasanya
Seperti Matahari yang selalu terbit dari Timur dan tenggelam dari barat,
Dengan Butiran Embun yang Turun Perlahan dari atas dedaunan,
Meski Hari itu tak Ber-Pelangi juga Ber-hujan.

Aku ingin Berbicara Padamu Seperti Biasanya
Seperti Kicau Burung pada anaknya,
Selalu ada kehangatan dan Makna di setiap kata,
Meski Terkadang Kita Hanya Bisa Terdiam dalam pandangan Kosong.

Aku Ingin Memangilmu Seperti biasanya
Bertegur sapa dalam Setiap Acara,
Dan kau membalasnya dengan Sama,
Meski Kini Sebuah nama Sudah takmampu untuk Keluar dari Suara.

Aku ingin Merindukanmu Seperti Biasanya,
Seperti Bumi pada langitnya,
Seperti Senja Pada Sang Fajar,
Dan Aku pada Engkau…

Apakah Urusan Kita Telah Benar2 Selesai Hingga Saat ini…???